ALIRAN HUKUM TRIANGULAR CONCEPT OF LEGAL PLURALISM

ALIRAN HUKUM TRIANGULAR CONCEPT OF LEGAL PLURALISM 


Robi Riswandi, Syahrizal Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning Pekanbaru


Abstrak Pluralisme hukum bukan hanya mengenai beraneka ragamnya hukum positif yang ada, baik antar bangsa maupun di dalam satu negara tertentu, contohnya di Amerika Serikat, setiap ‘state’ (negara bagian) memiliki sistem hukum, sistem peradilan, dan hukum positif masing-masing, demikian juga di Indonesia setiap daerah memiliki hukum adat masing-masing, melainkan juga pluralisme hukum adalah mengenai perilaku hukum dari masing-masing individu atau kelompok yang ada disetiap bangsa dan masyarakat di dunia ini. Kata kunci: Aliran Hukum Pluralisme, Filsafat Hukum, Sistem Hukum. 
Abstract Legal pluralism is not only about the diversity of positive laws that exist, both between nations and within a particular country, for example in the United States, each state has its own legal system, judicial system, and positive law, likewise in Indonesia each region has its own customary law, but legal pluralism is also about the legal behavior of each individual or group that exists in every nation and society in this world. Keywords: Legal Pluralism, Legal Philosophy, Legal System. 


A. Pendahuluan 
Hukum memiliki spektrum yang sangat luas sehingga pengertiannya sangat bergantung dari sisi mana orang memandangnya. Pengertian hukum menjadi berbeda-beda di antara orangorang sesuai dengan konsep yang diberikan kepadanya. Adanya berbagai arti hukum yang dikonsepsikan orang itu menunjukkan bahwa hukum bereksistensi dalam berbagai rupa, yaitu berupa nilainilai yang abstrak, berupa norma atau kaidah yang positif, berupa keputusan hakim, berupa perilaku sosial, serta berupa makna-makna simbolik. Melihat luasnya arti hukum itu, maka dalam penelitian ini yang dimaksud hukum menurut peneliti adalah lembaga sosial yang berfungsi sebagai mekanisme pemeliharaan ketertiban dan penyelesaian sengketa, serta pembentukan pola perilaku yang baik dalam bermasyarakat.1 


Luas cakupan hukum di dalam kehidupan bermasyarakat adalah sangat luas, sejak dari yang bersifat privat seperti perjanjian yang dibuat oleh antar pribadi, sampai yang bersifat publik yang dibuat oleh masyarakat, negara dan lembagalembaga antar negara. Hukum mengandung norma dan keputusan dari para anggota masyarakat yang berwenang yang bersifat mengikat dan memaksa. Aliran positivisme hukum memandang bahwa hukum lebih berurusan dengan bentuk dari pada isi, maka hukum hampir identik dengan undang-undang. Kajian tentang hukum dan peraturan perundangan oleh para sarjana dilakukan dengan berbagai macam pendekatan yang bedabeda. Menurut Gerald Turkel untuk memahami sistem hukum secara komprehensif diperlukan beberapa teori dan pendekatan.2 Menurutnya ada tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam mempelajari ilmu hukum, yaitu: 
a) The moral approach to law (pendekatan moralitas), yang fokus perhatiannya pada landasan moral hukum dan validitas hukumnya adalah konsistensi hukum dengan etika eksternal atau nilai-nilai moral. 
b) The jurisprudence approach to law (pendekatan ilmu hukum normatif), yang fokus perhatiannya pada independensi hukum, dan validitas hukumnya adalah konsistensi internal hukum dengan aturan-aturan norma, dan asas-asas yang dimiliki hukum sendiri; dan 
c) The sociological approach to law (pendekatan sosiologis), yang focus perhatiannya tentang hukum dan tindakan sosial, di mana validitas hukumnya adalah konsekuensikonsekuensi hukum bagi masyarakatnya. Teori dan pendekatan yang dikemukakan oleh Gerald Turkel tersebut kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Werner Menski dengan memadukan ketiga pendekatan itu sehingga muncul teori baru yang dikenal dengan teori triangular concept of legal pluralism. 


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan diatas, dalam penulisan ini penulis akan memaparkan pembahasan tentang: 
1. Bagaimanakah Sejarah Aliran Hukum Triangular Concept of Legal Pluralism? 
2. Siapa sajakah Tokoh Aliran Hukum Triangular Concept of Legal Pluralism? 
3. Bagaimanakah Kritikan Aliran Hukum Triangular Concept of Legal Pluralism? 
4. Bagaimanakah Penerapan Aliran Hukum Triangular Concept of Legal Pluralism di Indonesia?
 
C. Pembahasan
1. Sejarah Aliran Hukum Triangular Concept of Legal Pluralism 


Munculnya teori triangular concept of legal pluralism kemudian banyak teori-teori hukum sebelumnya tergeser, seperti teori the disorder of law-nya Charles Sampford yang ekstrem untuk menolak eksistensi sistem hukum, dan terutama menggeser keras teori-teori klasik yang dianggap tidak relevan dengan dunia globalisasi, antara lain teori-teori positivistik dari Hans Kelsen, dan Montesqueiu. Tetapi sebaliknya, aliran hukum triangular concept of legal pluralism dari Menski ini memperkuat konsep Lawrence M. Friedman tentang unsur sistem hukum ke tiga, yaitu legal culture (kultur hukum), yang sebelumnya belum dikenal, sebelum Friendman memperkenalkannya di tahun 1970-an. Justru eksistensi kultur hukum yang sifatnya sangat pluralistik, melahirkan kebutuhan adanya sebuah teori hokum yang mampu menjelaskan fenomena pluralisme hukum, yang merupakan suatu realitas.3 


Pluralisme hukum bukan hanya mengenai beraneka ragamnya hukum positif yang ada, baik antar bangsa maupun di dalam satu negara tertentu, contohnya di Amerika Serikat, setiap ‘state’ (negara bagian) memiliki sistem hukum, sistem peradilan, dan hukum positif masing-masing, demikian juga di Indonesia setiap daerah memiliki hukum adat masing-masing, melainkan juga pluralisme hukum adalah mengenai perilaku hukum dari masingmasing individu atau kelompok yang ada disetiap bangsa dan masyarakat di dunia ini. Dan tentunya menjadi sangat tidak realistis, ketika berbagi sistem hukum, sistem peradilan dan hukum positif yang sangat plural atau beranekaragam itu, hanya dikaji dengan mengunakan salah satu jenis pendekatan hukum secara sempit saja, atau pendekatan moral belaka. Metode yang sangat relevan di era globalisasi saat ini adalah menggunakan pendekatan hukum: normatif, empiris dan filsufis secara proposional dan serentak, metode tersebut di kenal sebagai triangular concept of legal pluralism. 4 


Profesor Wener Menski, guru besar hukum dari University of London, Inggris, di dalam bukunya “Comparative Law in a Global Content” merumuskan Teori Hukum yang relevan untuk menjawab masalah masalah hukum yang timbul di era globalisasi. Menski menolak konsep “anti-pluralist” atau konsep “unification visions” atau “visions of globalised uniformisation, yang pada dasarnya berupaya menyeragamkan visi internasional dunia global di bawah satu visi ala Amerika, mengenai isu-isu krusial menyangkut hukum, keadilan dan Hak Asasi Manusia.5 
Menghadapi era globalisasi dunia, pakar hukum modern telah meniggalkan tiga pendekatan hukum klasik yang cenderung ekstrem sempit hanya menggunakan salah satu jenis pendekatan, apakah yang normatif (positivistik), empiris (sosiologis, antropologis, psikologis dan lainnya) atau pendekatan nilai dan moral (filsufis), teori triangular concept of legal pluralism (konsep segitiga menghadapi pluralism hukum di era globalisasi dunia) menggunakan ketiga pendekatan tersebut.6 
Bagi Menski, tentu saja sangat tidak realistis, ketika berbagai sistem hukum, sistem peradilan dan hukum positif yang sangat plural atau beranekaragam itu, hanya dikaji dengan menggunakan salah satu jenis pendekatan hukum secara sempit saja, misalnya hanya menggunakan pendekatan positivis-normatif belaka, atau hanya menggunakan pendekatan empiris saja, atau pendekatan moral belaka. Tak ada metode yang lebih relevan untuk menghadapi berbagai isu hukum di era globalisasi dunia dewasa ini kecuali dengan penggunaan secara proporsional secara serentak ketiga pendekatan hukum; normatif, empiris (psikologi hukum, sosiologi hukum, dan lainnya) dan filsufis, dan itulah yang dikenal sebagai Triangular Concept of Legal Pluralism. 7 


Dari paradigma legalistikpositivis saja, tentunya hal satu-satunya yang penting adalah bentuk dari proses lahirnya suatu perundang-undangan, atau dengan kata lain yang paling penting hanyalah "legalitas"nya, bukan soal "legitim atau tidak legitim"nya. Berbeda hanya jika kita menggunakan paradigma mazhab empiris. Yang lebih penting dari suatu perundang-undangan ataupun aturan hukum lain, adalah "apa dan bagaimana dampak yang ditimbulkan suatu ketentuan hukum". Timbulnya perbedaan itu, karena memang terdapat asumsi dasar yang berbeda secara mencolok; bagi kaum legalistik-positivistik, slogan mereka adalah manusia untuk hukum, atau paling tidaknya, hukum untuk hukum. Berbeda halnya dengan asumsi dasar kaum empiris-hukum, yang slogannya adalah hukum harus untuk manusia, dan bukan manusia untuk hukum. Pertemuan antara "ilmu hukum" dan "psikologi hukum", adalah karena keduanya menjadikan perilaku manusia sebagai objek kajiannya. Secara "legalempiris", dampak mengacu ke perilaku dan perilaku sering dapat diukur secara kuantitatif. 8


2. Tokoh-tokoh Aliran Hukum Triangular Concept of Legal Pluralism 
Pandangan hukum di dalam berbagai sistem hukum di dunia adalah pluralitas, dan untuk memahami hukum yang pluralitas perlu teori yang relevan untuk menjelaskan dan selaras dengan globalisasi, yaitu Teori “Triangular Concept of Legal Pluralism (konsep segita pluralisme hukum). Teori ini diperkenalkan sejak tahun 2000 kemudian dimodifikasi pada tahun 2006 oleh Wener Menski.9 
Werner Menski adalah seorang profesor hukum dari Universitas of London, pakar hukum dibidang hukum bangsa-bangsa Asia dan Afrika. Proposisi yang dibangun dari teori ini adalah, bahwa pluralisme hukum bukan hanya mengenai beraneka ragamnya hukum positif yang ada baik antar bangsa maupun dalam satu negara tertentu, tetapi juga plurarlisme mengenai prilaku hukum dari masingmasing individu atau kelompok yang ada di setiap bangsa dan masyarakat di dunia ini. Dan tentu saja sangat tidak realitis, ketika sistem hukum, sistem peradilan dan hukum positif yang sangat plural atau beraneka ragam itu, hanya dikaji dengan menggunakan salah satu jenis pendekatan hukum secara sempit saja, misalnya hanya menggunakan pendekatan positivis normatif belaka, atau hanya menggunakan pendekatan empiris saja, atau pendekatan moral belaka. Tak ada metode yang lebih relevan untuk menghadapi berbagai isu hukum di era globalisasi dunia dewasa ini, kecuali dengan penggunaan secara proposional secara serentak ketiga pendekatan hukum, normatif, empiris, dan filosofis, dan itulah yang dikenal sebagai triangular concept of legal pluralism. 10 


3. Kritikan Aliran Hukum Triangular Concept of Legal Pluralism 
Menurut Menski, hukum sebagai fenomena global memiliki kesamaan di seluruh dunia, dalam arti bahwa dimana-mana hukum terdiri atas 3 elemen pokok, yaitu nilai moral-etis, norma-norma sosial, dan hukum formal negara, meskipun di dalam realitasnya muncul banyak variasi kultur yang khas (culturespecific). Variasi kultur itu menunjukkan sifat alami hukum yang selalu plural, sebagai hasil dari interaksi faktor masyarakat, negara, dan nilai-nilai moral/agama. Jadi dalam perspektif budaya atau kultural, hukum di mana-mana selalu bersifat plural.11 


Menurut Menski, sangat tidak realistis ketika berbagai sistem hukum yang sangat plural atau beraneka ragam itu, hanya dikaji dengan menggunakan salah satu jenis pendekatan hukum secara sempit, seperti hanya menggunakan pendekatan positivis-normatif belaka, atau hanya menggunakan pendekatan empiris-sosiologis saja, ataupendekatan hukum alam belaka. Oleh karenanya menurut Menski, tak ada metode yang lebih relevan untuk menghadapi berbagai isu hukum di era globalisasi dunia dewasa ini, kecuali dengan penggunaan secara proporsional dan serentak ketiga pendekatan hukum: normatif, sosiologis, dan filosofis, dan itulah yang dikenal sebagai triangular concept of legal pluralism (model segitiga tentang pluralisme hukum).12 
Teori yang dikemukakan oleh Menski disusun di atas sebuah hipotesis kerja dan proposisi yang mengacu pada pemahaman hukum yang “sadar-globalitas” dan “sadarpluralitas” sebagai berikut:13 1) 
a) Hukum adalah gejala universal namun termanifestasi dalam banyak cara yang berbeda 
b) Hukum bukan hanya mengambil bentuk yang berlainan melainkan mempunyai sumber yang berbedabeda 
c) Sumber-sumber ini, yang pada dasarnya berupa negara, masyarakat dan moral/agama, bersaing dan berinteraksi dengan berbagai proses; 
d) Apakah sesuatu merupakan hukum atau bukan pada akhirnya sangat mungkin ditentukan oleh para ahli hukum, namun mereka telah menggunakan anggapan sentralitas hukum untuk mengedepankan suatu pandangan-dunia di mana 'hukum'-lah yang dominan. Hal ini bisa di namakan sebagai “determinisme hukum", sebuah bentuk positivisme yang terwujud dalam sentralisme hukum.
 
4. Penerapan Triangular Concept of Legal Pluralism di Indonesia 
Di era globalisasi saat ini, dimana hubungan antar warga dunia, tidak lagi dibatasi oleh sekat-sekat sempit otoritas kaku dari masingmasing negara, tetapi di hampir semua bidang, komunikasi yang semakin canggih, menyebabkan dunia tiba-tiba terasa menjadi suatu “negara dunia”, dan setiap warga dunia dari suatu negara ke negara lain, suka atau tidak suka, akan berhadapan dengan hukum asing, yang tentunya tak mungkin persis sama atau bahkan sangat kontras dengan hukum di negaranya sendiri. Setiap penduduk dunia yang melakukan perjalanan ke nagara asing, baik secara fisik maupun melalui “dunia maya” (internet) akan merasakan kehadiran realitas pluralisme hukum itu dalam kehidupanya. Misalnya ketentuanketentuan yang telah disepakati dalam forum WTO seperti peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) yang disesuaikan untuk mengikuti standar dalam TradeRelated Intellectual Properties Rights (TRIPS). Contoh lainnya misalnya UU Penanaman Modal yang dibuat dengan menyesuaikan standar-standar yang terdapat dalam Trade-Related Investment Measures (TRIMS).14 
Globalisasi sebagai sebuah fakta yang sangat tampak secara luas, bukanya dengan seirus ditantang sebagai sebuah peristiwa. Bagaimana menghubungkan globalisasi dengan teori hukum dan pemahaman hukum. Saat ini tidak hanya ada dua sistem hukum di dunia ini, yaitu common law system (Aglo-American Legal System) dan Civil Law (Continental Europa Legal System), tapi lebih bervariatif. Salah satu perbedaannya berikut:15 
a) Civil Law, berlaku di Benua Eropa dan negara-negara mantan jajahanya. 
b) Common Law, berlaku di Inggris, Amerika Serikat, dan negaranegara berbahasa Inggris (Commonwealth) 
c) Customary Law, di beberapa negara Afrika, Cina dan India. 
d) Muslim Law, di negara-negara muslim, terutama di Timur Tengah. 
e) Mixed system, Di Indonesia salah satunya, dimana berlaku sistem hukum perundang-undangan, hukum adat, dan hukum Islam. 
Dalam konteks demikian negara maju sangat diuntungkan bila dibandingkan dengan keuntungan yang didapat oleh negara berkembang. Selanjutnya, resep lain yang telah diimplementasikan Indonesia adalah amendemen berbagai peraturan perundang-undangan di bidang yang terkait dengan kegiatan ekonomi dan bisnis.16 Di antaranya adalah peraturan perundang- undangan di bidang perseroan terbatas, pasar modal, penanaman modal. Demikian pula sejumlah badan usaha milik negara secara agresif melakukan privatisasi, salah satunya dengan cara kerja sama operasi dan go public. Pemerintah pun melakukan deregulasi atas peraturan perundang-undangan di berbagai sektor. Terakhir sejumlah undangundang diubah dan dibentuk untuk menguatkan hukum jaminan bagi hak-hak kebendaan, termasuk hak atas kekayaan intelektual. Pemaksaan dilakukan dengan cara mendorong Indonesia mengikuti berbagai perjanjian internasional, di samping memanfaatkan ketergantungan ekonomi Indonesia.17 Sebagai contoh berbagai perjanjian internasional seperti WTO Agreements telah menjadi perjanjian internasional yang penting untuk mengamankan kepentingan negara industri. Pemaksaan seperti ini sulit untuk disebut sebagai pelanggaran atas hukum internasional ataupun campur tangan dalam urusan domestik Indonesia.18


D. Penutup 
1. Kesimpulan 
Tak terhindari akulturasi hukum merupakan pendekatan muktahir bidang kajian Filsafat Hukum dalam memberi validasi data dalam kajian sejarah perbandingan hukum dan politik hukum masa silam sampai sekarang, mengenai timbulnya sistem-sistem hukum pada negara-negara merdeka di Asia dan Afrika, dijadikan sebagai hukum nasional atau hukum positif. Hal ini didasari adanya proses akulturasi hukum, akibat negaranegara merdeka membuka diri menerima nilai-nilai budaya dan sistem hukum yang dibawah kolonial didaerah-daerah jajahannya. Sehingga akulturasi hukum dapat memberi jawaban terhadapp enerapan sistem hukum Eropa pada bekas jajahan negara-negara merdeka di Asia dan Afrika dewasa ini menujuh transformasi unifikasi sistem hukum globalisasi. Artinya teori Werner Menski “Triangular Concept of Legal Pluralism” dalam konteks historis dan politis dari awal masa silam sampai sekarang, menunjukan pada era globalisasi “pluralisme hukum” mewarnai berbagai lapangan hukum di setiap negara-negara merdeka tanpa batas terhadap sistem hukum yang dianutnya, tidak ada lagi negara yang mengkleim dirinya dari sistem hukum lain yang masuk hidup berdampingan dan berinteraksi saling melengkapi.

E. Daftar Pustaka 
1. Buku 
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Teory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang- Jurnal Filsafat Hukum Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum Universitas Lancang Kuning Pekanbaru 2025 8 Undang, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009. ---------------, Menguak Realitas Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2017. Ahmad Musliadi, Politik Hukum, Akademia Permata, Jakarta, 2013. Gandhi Lapian, Disiplin Hukum yang Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender, Pustaka Obor, Jakarta, 2012. Lili Rasjidi H. dan I.B Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Mandar Maju, Bandung, 2013. Purnadi Purbacaraka, Perundangundangan dan Yurisprudensi, Alumni, Bandung, 2012. Otje Salman dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum: Mengingat, Mengumpulkan, dan Membuka Kembali, PT. Refika Aditama, Jakarta, 2009 2. Internet http://rajawaligarudapancasila.blogs pot.co.id/2015/08/memahami hakekat-pluralitashukum.html, diakses tanggal 18 Mei 2025, Pukul 14:30 WIB. https://asslesi.wordpress.com/2011/0 7/11/pluralisme-hukumsebagai-suatu-konsep-danpendekatan-teoretis-dalamperspektif-global/ diakses tanggal 18 Mei 2025, Pukul 15:10 WIB. https://digilib.uns.ac.id/dokumen/do wnload/258845/MjU4ODQ1, diakses tanggal 18 Mei 2025, Pukul 18:30 WIB. https://www.hukumonline.com/berit a/a/hukum-alamlt61aade99ec944/, diakses tanggal 18 Mei 2025, Pukul 18:46 WIB. http://repository.unissula.ac.id/15619 /5/babI.pdf, diakses tanggal 18 Mei 2025, Pukul 18:59 WIB. https://repository.ub.ac.id/id/eprint/7 92/3/03.%20BAB%20II.pdf, diakses tanggal 18 Mei 2025, Pukul 19:17 WIB. https://leip.or.id/pluralisme-hukumdalam-pembangunan-hukumindonesia-masalah-dantantangan-ke-depan-2/, diakses tanggal 18 Mei 2025, Pukul 19:39 WIB.

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0